Memegang teguh prinsip

Oleh : Syaibatul hamdi, nama pena dari Agus ALwi Ali Imron Muhammad, dia termasuk guru sekaligus sahabat seperjuangan sewaktu belajar di ponpes Nurul Anwar, Parengan. Umurnya sebaya denganku. Sekarang dia melanjutkan rihalah ilmiah di ribath Al-Maliky dibawah asuhan As-Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Maliky, Rushaifah, Mekkah Al-Mukarramah. Daia seorang penulis produktif baik berupa kitab maupun karya-karya sastra seperti cerpen dan puisi. diantara karya adalah Kitab” Saiful-Maslul”, kitab “Ad-Dliya’ minal-Qur’an”, kitab syarah Al-Baiquny, set buku berjudul ” Yuk kita nembel ban bocor ke bengkel jiwa”, ” Aku bangga menjadi santri”, ” 35 metode pendidikan Rasulullah”, ” Kitab “Ushul At-Tajrijul-hadits lil-Mubtadain”.  Selain itu, dia adalah pendiri majalah Adl-Dliya’ dan pembina dalam mengembangkan bakat dan kemampuan para santri dalam menulis dan menghasilkan karya-karya sastra. Berikut sebuah artikel karyanya:

Masing-masing kita tentu memiliki prinsip hidup sendiri-sendiri, yang tentu prinsip itu kita terapkan di semua peri kehidupan kita sehari-hari. Ada yang berprinsip semangat, hingga kalau ngerjain apapun semangat, ada yang prinsipnya alon-alon waton klakon (pelan-pelan asal selamat) (jadinya terlambat melluu), ada yang prinsipnya tidak mau kalah dengan siapapun, ada yang prinsipnya nrimo opo anane (menerima apa adanya) dan lain sebagainya. (kalau penulis pribadi prinsipnya dari dulu 3 S, santai, serisu, sukses.)

Nah, sekarang terkadang kita terbentur dengan kedaan yang memaksa kita ragu untuk memakai prinsip kita. Di saat seperti ini, sejauh mana kita teguh memegang prinsip kita? di sinilah prpest test (uji kelaikan) atas prinsip yang kita, kultuskan pada diri kita. Sebab kadang kita nggak kuat mendengar omongan orang, yang dengan sendirinya (jika kita KO) kita menghianati prinsip yang kita pegang.

Kenapa? selama yang kita lakukan tidak bertentangan dengan syara’, sesuai dan sejalan denganprinsip kita, lalu kenapa kita takut akan cemoohan orang? sebab kalo kita mendengarkan omongannya orang, ga’ ngiro one dununge ! Gak akan selesai selesai. Si A ngomong gini, si B ngomong gitu, Si C nyuruh ini, Si D malah ngelarang. Bngung sendiri sampeyan, iya nggak? So, berjalanlah dengan teguh di atas kaki kita sendiri. Ingat, ridlon-Naas ghoyatun laa tudrok, menruti kepuasan orang banyak itu puncak yang nggak akan pernah tercapai. Nggak akan sampai kita kalo menuruti semua orang Ndesa wong dewe-dewe.

Al-Qur’an sendiri bilang, ” Wa in Tuthi’ aktsaro man fil Ardli, yudlilluuka ‘an sabilillah, kalau kamu nuruti omongannya orang banyak, maka omongan mereka yang kan menyesatkan dan membelokkanmu dari jalan Allah Ta’ala. nah dalam keadaan yang sama kita juga harus bersikap tengah-tengah, posisi yang sebenarnya sangat sulit untuk mengepaskannya, kalau kita takut memgang prinsip , maka kita jubun, pengecut. Kalau terlalu berani dan terlalu PD dengan prinsip kita, salah-salah terjebak di tahwwur (ngawur, tanpa perhitungan). Nah jalan yang pas adalah syaja’ah (berani dalam membela kebenaran (terusannya, dan meluruskan kesalahan), tidak sekedar jadi slogan yang digembar-gemborkan saja. dan salah satu keberanian itu, pembelaan atas prinsip kita sendiri.

Ada sebuah cerita menarik, ada dua orang, bapak dan anak. Si bapak ingin memberikan pelajran tentang kehidupan pada anaknya, diajaknya sang anak sembari membawa keledai. Keduanya lnats melewati sebuah desa, sang anak naik keledai, si Bapak menuntunnya, ketika melewati serombongan orang, mereka bilang ” Ini anak, kurang ajar betul,dia enak-enakkan naik, bapaknya yang tua gini disuruh jalan.” Akhirnya sang anak pun disuruh turun, ganti bapaknya yang naik, ketika melewati sebuah desa lagi dan serombongan orang, Merekapun berkomentar : “Ini bapak nggak punya belas kasihan sama sekali, masak anaknya disuruh jalan?!” Sang bapakpun memerintahkan anaknya naik keldai bersamanya. waktu melewati suatu kampung, lagi-lagi penduduknya ngomong ” Ini dua orang kok tega banget, nggak kasihan tuh ama keledinya, kecapekan”. Keduanya pun turun dan keledainya hanya dituntun

Waktu melewati sebuah desa lagi, penduduknya ngomong lagi, ” Lho kok bodoh banget dua orang ini, bawa keledai nggak dianaiki.”

Pada akhirnya, sang bapakpun bilang pada anaknya, ” Nak, sudah tahu gimana ragam komentar dari orang-orang? Si anak mengannguk, ” Nak, kalau kamu menuruti omongan orang-orang itu, mereka nggak akan ada puasnya. Maka berpeganglah dengan prinsipmu sendiri, jangan goyah, selama itu benar anakku.”

Gimana tuhkan, mahalnya dan beratnya memegang prinsip, jangan dikira mudah, kita harus punya kekuatan dan ketebalan telinga tersendiri untuk ini. kalu perlu, pake rai benteng (nggak rai gedhek lagi). Bahkan, dari kisah di atas ada terusannya, hanya saja plesetan, si Bapak dan anak ini, akhirnya menggendong keledainya dan waktu melewati kampung lagi, tentu dibodoh-bodohkan sama penduduknya.” Tuh, ada dua orang gila, bukan mereka yang naik keledai, tapi keledainya yang naik orangnya.”

Adalah keindahan dan cahaya kebahagiaan tersendiri saat kita mampu memegang teguh prinsip kita, walau pada suatu waktu terkadang prinsip kita itu menjadi bumerang tersendiri bagi kita, tentunya bumerang ujian, mampu nggak kita berkelit dari serangan balik bumerang yang tiba-tiba menyerang kita, pemiliknya sendiri. Dan ini, termasuk juga ujian keteguhan memegang prinsip itu sendiri.

Nah, gimana adik-adikku sekalin (Uts, kayak pembinaan saja, he he he)…sudah saatnya kita punya prinsip hidup dan siap memegang prinsip hidup itu sendiri. Untuk menjadi orang yang sebenarnya, bukan sekedar orang-orangan, apalagi orang-orangan sawah (wedden sawah).

Rushaifah, Mekkah Al-Mukarramah.

1 Response so far »

  1. 1

    husein99 said,

    Assalamu’alaikum, memang memegang teguh prinsip adalh cerminan dalam menjalani kehidupan, palagi di era globalisasi saat ini, jangan samapi kita terjerumus dalam pergaulan bebas (free sex).


Comment RSS · TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke husein99 Batalkan balasan